Kilas Balik Bali Democracy Forum III
Bali
Democracy Forum III telah dilaksanakan di Nusa Dua,Bali 9-10 Desember
2010.Acara ini dihadiri oleh tiga kepala pemerintahan,yaitu Presiden Korea
Selatan Lee Myung-bak,Sultan Brunei Hassanal Bolkiah,dan Perdana Menteri Timor
Leste Xanana Gusmao.Selain itu,hadir juga para menteri luar negeri serta utusan
dari 71 negara dan peninjau lainnya.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono selaku tuan rumah menyampaikan pidato mengenai
perkembangan demokrasi di Indonesia.Beliau memaparkan pengalaman demokrasi di
Indonesia sejak reformasi tahun 1998-1999,yang telah mengubah tatanan
politik,tata kelola pemerintahan,dan etika bernegara.
Presiden
memberikan contoh antara lain,mulai dari perubahan sistem politik yang sentralistik
menjadi desentralistik;pemilihan umum yang berlangsung jujur,adil,terbuka,dan
transparan,pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung;pemilihan
umum kepala daerah;penyelesaian konflik;hingga penanganan kejahatan terorisme.
Presiden
Korea Selatan Lee Myung-bak sebagai Pemimpin Bersama (Co-Chair) Bali Democracy
Forum bahkan memuji demokrasi di Indonesia.Dalam pidatonya,ia menceritakan
pengalaman demokrasi di Korea Selatan yang telah memberikan kesejahteraan.
Merenungkan
Kembali Demokrasi
Bagaimana bila muncul
pertanyaan seperti ini,Apa yang menarik dari demokrasi? Apa untungnya memakai
sistem demokrasi? Pertanyaan itu akan selalu muncul ketika demokrasi dibahas
maupun diperdebatkan oleh pendukung dan penentangnya.
Seperti
yang dikemukakan oleh Winston Churchill,Demokrasi bukan sistem pemerintahan
yang terbaik,tetapi belum ada sistem lain yang lebih baik dari
demokrasi.Kesimpulan dari pernyataan Churchill tersebut,demokrasi bukan sesuatu
yang taken for granted.Demokrasi
adalah proses pencarian mekanisme paling tepat untuk memakmurkan
masyarakat.Demokrasi niscaya melewati tegangan demi tegangan sebelum mencapai
level ini.
Bali
Democracy Forum III mengusung tema,”Demokrasi sebagai upaya pencegahan dan
penyelesaian konflik”.Peryataan itu dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Marty
Natalegawa mungkin tepat.Tapi,praktik lapangan sulit dibuktikan ketimbang
teorinya.Demokrasi diharapkan memberi ruang bagi berkembangnya nilai
kesetaraan,keragaman,penghormatan atas perbedaan,penghargaan atas nilai-nilai
kemanusiaan,penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia,kebebasan,tanggung jawab,dan
kebersamaan.
Jika
itu terlaksana,demokrasi akan mampu mencegah konflik karena bisa diatasi secara
damai.Demokrasi memberikan keadilan,kesejahteraan,dan kedamaian bagi rakyat.
Bali,Oslo,Demokrasi
Acara Bali Democracy Forum III bertepatan
dengan penganugerahan Nobel Perdamaian 2010 kepada penulis China,Liu Xiabo.Tampaknya
tak ada hal yang mencolok di antara dua peristiwa itu,tetapi kenyataan
berbicara lain.Menurut Jakarta Post,Indonesia
yang juga diundang untuk menghadiri penyerahan Nobel itu memutuskan absen.Duta
Besar RI untuk Norwegia,Esti Andayani justru diutus oleh Menteri Luar Negeri
untuk menghadiri acara Bali Democracy Forum III.
Akan tetapi,dibantah oleh Menteri
Luar Negeri.Ia mengatakan Indonesia diwakili Kuasa Usaha Ad Interim Kedubes RI
di Oslo.Terdapat dugaan untuk menyenangkan hati China,karena China menyerukan
para diplomat negara-negara lain untuk tidak menghadiri penyerahan Nobel.Jika
seruan itu dilanggar,maka terdapat efek timbal balik negatif dari China.
Ketidakhadiran itu disesalkan karena
sebagai negara demokrasi ketiga dunia,RI menjadikan acara tersebut untuk
memperlihatkan dukungan demokrasi dan simbol-simbolnya.Kesimpulan ini
melahirkan fakta : Ya,Indonesia adalah negara demokrasi level pragmatis belum
prinsipiil.Penganut prinsipiil sangatlah
berteguh dengan dukungan pada nilai-nilai yang menjadi ciri hakiki
demokrasi,seperti kebebasan berpendapat.Ironi sekali karena demokrasi di
dengungkan keras.Indonesia terlalu bangga menjadi negara demokrasi.
Kritik
terhadap Sistem Demokrasi
Indonesia bangga menjadi menjadi negara
demokrasi. BDF selalu di adakan setiap tahunnya untuk menegaskan Indonesia
berhasil menerapkan sistem demokrasi.Padahal,ironi terjadi akibat
demokrasi,demokrasi tetap sempurna di mata pendukungnya.Indonesia bahkan
diklaim sebagai negara demokrasi ketiga tebesar di dunia,walaupun belum
sepenuhnya syarat-syarat utama demokrasi diterapkan.
Indonesia adalah negara
demokrasi.Ini fakta yang boleh saja kita terus banggakan dan tak dapat kita
bantah.Namun,demokrasi yang hanya menghasilkan puja-puji,sikap pasif yang
reseptif,demokrasi tanpa gedoran internal di dalamnya adalah demokrasi
narsistik yang menyimpan kebusukan,ketaksetaraan.Demokrasi membutuhkan disensus
dan di dalam disensus pula kita berkemungkinan mencapai apa yang selama ini
dicita-citakan untuk Indonesia:kesetaraan untuk semua !
Demokrasi Barat mejadi panutan
kita.Walau,demokrasi Barat itu sendiri penuh dengan kecacatan.Seperti yang
dikemukakan Hatta :
“Jadinya,demokrasi Barat yang
dilahirkan oleh Revolusi Perancis,tiada membawa kemerdekaan rakyat yang
sebenarnya,melainkan menimbulkan kekuasaan kapitalisme.Sebab itu demokrasi politik
saja tidak cukup untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya,yaitu kedaulatan
rakyat.Haruslah ada pula demokrasi ekonomi,yang memakai dasar,bahwa segala
penghasilan yang mengenal penghidupan orang banyak harus berlaku di bawah
tanggungan orang banyak juga.”.
Ya,dari kutipan di atas,dapat
disimpulkan maksud dari pendapat Hatta bahwa demokrasi Barat gagal mewujudkan
demokrasi dalam konteks sebenarnya,yaitu kedaulatan rakyat di semua aspek
kehidupan; demokrasi Barat hanya memberikan kedaulatan rakyat di bidang politik
saja,sedangkan di bidang ekonomi berlaku kaum pemodal.Demokrasi Barat yang
pincang ini oleh Hatta disebut “demokrasi kapitalistis” .Dapat
ditambahkan,dalam pandangan Hatta,demokrasi Barat juga bersifat
rasialis;demokrasi Barat hanya berlaku untuk negara-negara Barat saja,sedangkan
terhadap rakyat di negara terjajah berlaku kekuasaan yang menindas sebagaimana
yang diberlakukan Pemerintah Kolonial Belanda terhadap Hindia Belanda.
Beberapa
hal pokok tambahan perlu dikemukakan untuk melihat ketimpangan definisi dalam
sistem demokrasi.Pertama,definisi
demokrasi berdasarkan pemilihan merupakan definisi minimal.Pemilihan umum yang
terbuka,bebas,dan adil (Indonesia sendiri JUBERDIL) adalah esensi
demokrasi,suatu sine qua non yang tidak dapaat dielakkan.Pemerintah yang
merupakan hasil pemilihan umum boleh jadi tidak efisien,korup,berpandangan
pendek,tidak bertanggung jawab,didominasi oleh kepentingan-kepentingan
khusus,dan tidak mampu mengambil dan menjalankan kebijakan-kebijakan demi
kebaikan publik.
Kedua,seandainya
suatu masyarakat memilih pemimpin-pemimpin politiknya melalui cara-cara
demokratis,dapat dibayangkan pula bahwa para pemimpin ini boleh tidak jadi
menjalankan kekuasaan yang sesungguhnya.Tersirat dalam konsep demokrasi ini
adalah pembatasan kekuasaan.Dalam negara demokrasi para pembuat keputusan yang
terpilih tidak menjalankan seluruh kekuasaan.Mereka berbagi kekuasaan dengan
kelompok-kelompok lain dalam masyarakat.Akan tetapi,jika para pembuat keputusan
yang dipilih secara demokratis itu hanya kedok bagi sebuah kelompok yang tidak
dipilih secara demokratis untuk menjalankan kekuasaan yang jauh lebih
besar,maka jelas sistem politik itu tidak demokratis.
Robert A.Dahl mengemukakan delapan akibat yang ditimbulkan dari adanya
penerapan demokrasi pada wilayah negara bangsa yang luas,yaitu : perwakilan, perluasan
yang tidak terbatas,batas-batas demokrasi partisipatif,keanekaragaman konflik, poliarkhi,
pluralisme sosial dan organisasional,dan perluasan hak-hak pribadi.
Terlihat disini,Indonesia terlalu
menutup mata dan hati.Belum pantas menyandang gelar negara demokras,kita
mengadakan BDF.Terutama BDF III yang terjadi bertepatan dengan penganugerahan
nobel perdamaian.Kita yang seharusnya menunjukan eksistensi kita sebagai negara
demokrasi malah seperti katak dalam tempurung.
Menurut saya,sistem demokrasi yang
diterapkan Indonesia belum sempurna.Sering muncul permasalahan dalam praktek
demokrasi.Perlu perombakan dan perjalanan yang panjang untuk
menyempurnakannya.Lihatlah kondisi negara kita tercinta ini ! Kemiskinan
merebak,KKN merajalela dan pengangguran dalam jumlah besar melengkapi kondisi
Indonesia.Belum lagi,kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang sering
terjadi.Ini membuktikan,Indonesia belum siap menjadi negara demokrasi.
Demokrasi berarti rakyat berkuasa
atau government by the people,sedangkan kata demokrasi itu sendiri berasal dari
Yunani ; demos adalah rakyat,kratos/kratein adalah kekuasaan atau
berkuasa.Secara tidak langsung,demokrasi menandakan pemerintahan oleh rakyat,dari
rakyat dan untuk rakyat.Indonesia menerapkan demokrasi Pancasila,yang berarti
demokrasi berdasarkan Pancasila.Dan,pandangan demokrasi Indonesia tersirat
jelas di dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sejarah mencatat Indonesia telah
mengalami masa yang begitu panjang dalam pencarian sistem pemerintahan.Mulai
dari,demokrasi Parlementer,demokrasi Terpimpin hingga saat ini demokrasi
Pancasila.Bahkan,Indonesia pernah dipimpin oleh presiden otoriter.65 tahun
sudah Indonesia mengenal demokrasi,menandakan Indonesia telah
dewasa.Seharusnya,Indonesia tidak perlu mengalami ironi seperti saat ini dimana
musuh-musuh demokrasi berjalan santai menemaninya.
Demokrasi yang berada di dalam mind set pemerintah saat ini adalah
pemilihan umum yang dilakukan oleh rakyat,adanya pembagian kekuasaan antara
legislatif,eksekutif dan yudikatif,terpaku pada demokrasi politik.Bukan itu
maksud demokrasi sepenuhnya,itu hanya sebagian kecil dari demokrasi itu
sendiri.Masih ada perombakan demokrasi ekonomi,pengakuan hak asasi manusia,musuh-musuh
demokrasi dapat tertanggulangi (kemiskinan,KKN,pengangguran)
Menyedihkan sekali melihat situasi
Indonesia sekarang,para pembuat keputusan yang merupakan manusia-manusia
terpilih karena demokrasi yang sangat memuja sistem demokrasi ternyata menimbun
harta,bertindak semaunya,melupakan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat,dan
menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan mereka.Dimana hati
nurani mereka?Apakah mereka tidak tergerak sedikitpun melihat masih banyak dari
rakyat Indonesia yang berada pada garis kemiskinan?Tidakkah mereka merasa
bersalah akibat perbuatan mereka,para rakyat mengalami kesulitan mempertahankan
hidup?Apa mereka malu hidup dalam keadaan berfoya-foya karena korupsi menghisap
harta rakyat? Dan,mereka asyik tebar pesona dengan negara lain dengan
membangga-banggakan Indonesia adalah negara demokrasi dan pantas menjadi negara
demokrasi terbesar ketiga di dunia.Percaya atau tidak,itulah Indonesia.
Akan tetapi,kita perlu menatap jauh
ke depan.Masih ada masa depan yang cerah apabila kita mau berubah.Ingat!
Perubahan tidak dapat berjalan apabila kita tidak berubah dari diri kita
sendiri.Saya disini menawarkan solusi yang belum matang untuk mengubah
Indonesia menjadi lebih baik.Hatta juga mengungkapkannya,yakni demokrasi ajaran
Islam mengenai kebenaran dan keadilan yang dikaitkan dengan tugas manusia
sebagai khalifah Allah (penyebar kebaikan) di muka bumi.Ini bukan berarti agama
lain akan terpinggirkan,tidak sama sekali karena Islam adalah rahmatal lil’
alamin (pengayom semua manusia dan
alam semesta).
(http://hizbut-tahrir.or.id/2012/07/22/krisis-demokrasi/)
Terdapat beberapa hal pokok mengenai
demokrasi ajaran Islam,yaitu : khalifah berdasarkan pemilihan,pemerintahan
berdasarkan musyawarah,khalifah tidak pernah menempatkan diri mereka di atas
undang-undang,amanat Baitul Mal, pemerintahan tanpa ashabiyah (fanatisme
kesukuan), serta jiwa demokrasi dimana terwujudnya kemerdekaan yang sempurna
untuk mengkritik dan mengeluarkan pendapat.
Tugas negara harus dilaksanakan
secara sempurna; bermula dengan mendirikan dan menyusun bata yang pertama di
dalamnya,kemudian memilih kepala negara dan pejabat-pejabat yang bertanggung
jawab (ulil-amri),dan berakhir dengan
hal-hal yang bersangkutan dengan perundang-undangan dengan perkara-perkara
eksekutif berdasarkan permusyawaratan kaum mukminin,baik yang diwujudkan secara
langsung atau dengan cara memilih para wakil rakyat di dalam suatu pemilihan
yang benar.
Prinsip-prinsip yang merupakan
tumpuan undang-undang dasar negara ini dijelaskan dalam Q.S. An-Nisa ; 59.Ayat
ini menjelaskan tentang enam hal yang bersangkutan dengan konstitusi
dasar,yaitu : Pertama,ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya didahulukan dari segala ketaatan kepada yang lain.Kedua,ketaatan kepada ulil-amri datang setelah ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya.Ketiga,ulil-amri haruslah terdiri atas
orang-orang mukmin.Keempat,rakyat
mempunyai hak menggugat para penguasa dan pemerintah.Kelima,kekuatan penentu dalam setiap perselisihan adalah
undang-undang Allah dan Rasul-Nya.Keenam,diperlukan
adanya suatu badan yang bebas dan merdeka dari tekanan rakyat maupun pengaruh
para penguasa,agar dapat memberi keputusan dalam perselisihan-perselisihan
sesuai dengan undang-undang yang tertinggi,yaitu undang-undang Allah dan
Rasul-Nya.
Kekuasaan badan-badan eksekutif
haruslah dibatasi dengan batasan-batasan Allah,diikat dengan undang-undang
Allah dan Rasul-Nya,yakni undang-undang yang tidak boleh dilampauinya dengan
memilih suatu politik atau mengeluarkan suatu hukum yang dapat digolongkan
segagai maksiat atau pembangkangan terhadap konstitusi.Lembaga legislatif
haruslah bekerja berdasarkan musyawarah.Lembaga yudikatif haruslah bersifat
bebas dan terlepas dari segala campur tangan,tekanan, atau pengaruh ,sehingga
ia dapat membuat keputusan,baik melawan rakyat ataupun penguasa,sesuai dengan
konstitusi,tanpa rasa takut atau penyimpangan.
Negara harus bekerja untuk dua
tujuan yang utama.Pertama,menegakkan
keadilan dalam kehidupan manusia dan menghentikan kezaliman serta menghancurkan kesewanang-wenangan.Kedua,menegakkan sistem berkenaan dengan
mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat melalui segala daya dan cara yang
dimiliki oleh pemerintah.
Seorang Muslim ataupun non-Muslim
dari rakyat di bawah tatanan ini memiliki hak-hak yang harus ditanggung oleh
negara dan dipelihara dari setiap pelanggaran ataupun penindasan,yaitu :
kesehatan jiwa,penjagaan kehormatan seseorang, penjagaan kehidupan pribadi,hak
untuk menolak kezaliman,kebebasan berkumpul,hak keamanan dari penindasan
keagamaan,hak setiap orang untuk ditanya hanya tentang perbuatannya sendiri dan
tidak ditanya tentang perbuatan-perbuatan orang lain atau ditahan karenanya,hak
setiap orang untuk tidak dilakukan suatu tindakan apa pun terhadapnya tanpa ada
kejahatan yang dilakukannya,atau dihukum tanpa keadilan,hak orang-orang yang
membutuhkan bantuan dan tidak memiliki apa-apa,untuk dipenuhi kebutuhan dan
keperluan hidup mereka,dan hak rakyat untuk memperoleh perlakuan yang sama oleh
negara.
Dan,masih banyak lagi ajaran-ajaran
Al-Qur’an di bidang politik pemerintahan yang tertulis di buku itu.Semoga
saja,ini semua dapat menjadi evaluasi bagi kita semua untuk menata negara kita
tercinta ini menjadi lebih baik.Sejujurnya,saya sangat merindukan
pemimpin-pemimpin besar seperti Khalifah Umar bin Khattab r.a. dan Khalifah
Umar bin Abdul Aziz.Mereka merupakan sosok pemimpin yang kontribusinya sangat
besar dalam dunia perpolitikan dunia.Berharap saja,nanti suatu saat akan ada
pemimpin yang mental dan jiwanya seperti mereka,amin.
REFERENSI :
1.“Demokrasi Bukan Paksaan”,
Kompas,10 Desember 2010