Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Minggu, 27 Februari 2011

Film Hollywood gak beredar di Indonesia?Siapa takut??

Teman-Teman..
Masih ingatkah kalian dengan berita heboh di media-media mengenai pemerintah menerapkan pajak untuk film-film luar negeri,dan dampak dari kebijakan pemerintah tersebut Hollywood ngambek dan tidak mau lagi mengedarkan film-film mereka di Indonesia..
Para pecinta film Hollywood pun protes,mereka menganggap keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil mengganggu hobi mereka..
Saya sendiri termasuk golongan itu,sampai pada akhirnya teman saya men-tag notes dari kaskus tentang pajak film tersebut..

ini lah notesnya : 

Untuk mengupas masalah film Hollywood ini tidak mudah dan saya harus membagi dalam tiga tahapan supaya dapat dimengerti secara awam, mengapa penerapan pajak tambahan itu bukan sesuatu yang baru.

(penggunaan merk di bawah hanyalah sebagai ilustrasi bukan kejadian sebenarnya)

Untuk awalnya agar dipahami bersama dulu bahwa dalam dunia perdagangan Pajak selain salah satu cara untuk memperoleh pendapatan negara juga untuk melindungi industri lokal agar tidak kalah harga dengan produk luar.

Berikut ini analogi sederahana dulu:

Jika Blue Jeans Levis ada di pasaran Indonesia dan mereka tidak bayar salah satu komponen pajaknya, maka blue jeans Cihampelas akan memiliki harga yang sama atau bahkan lebih mahal (karena hanya produksi dalam jumlah sedikit) dengan Levis. Ingat bahwa ketika Levis diproduksi di negara asalnya, karena untuk tujuan ekspor maka produk itu tidak dikenai pajak oleh pemerintah AS.

Karena itu dikenakanlah pajak tambahan terhadap Levis.

Khawatir adanya pajak tambahan itu akan mengurangi pendapatan produsen (jika diserap dalam keuntungan) namun di sisi lain, juga tidak berani membebankan kepada harga jual, karena takut Levis ga laku, karena harganya menjadi lebih mahal.

Namun karena pengguna Levis sudah banyak di Indonesia, maka produsen Levis + penjualnya memanas-manasi dengan mengatakan bahwa pajak tambahan itu tidak ada di negara lain.

Karena sitausi yang tidak menguntungkan mereka, lalu produsen Levis mengancam tidak akan kirim produknya ke Indonesia sehingga digambarkan rakyat Indonesia akan menderita karena tidak akan ada produk blue jeans lagi di negara itu. Untuk lebih "tragis" nya lagi disebutkan bahwa penetapan pajak tambahan tersebut juga akan menyebabkan produk blue jeans dari negara lain tidak akan dapat masuk ke Indonesia.

Para pengguna Levis percaya saja dengan omongan produsen dan penjual itu dan mencaci maki pemerintah di berbagai forum dengan mengatakan kalau saja Blue Jeans Cihampelas sudah memiliki kualitas sama dengan Levis baru boleh menetapkan pajak tambahan itu.

Padahal melalui ancaman penarikan Levis itu, Produsen Levis sendiri sadar bahwa Indonesia itu pasar yang besar dan produk Levis itu sekarang ini bukan saja blue jeans, tapi juga kemeja, topi, kaos bahkan yang sudah di luar produk tekstil seperti jam, topi, gelang, dll.

Di sisi lain, claim bahwa seluruh blue jeans dunia juga tidak akan masuk ke Indonesia adalah salah, karena siapa yang tahu kalau Blue Jeans dari Inggris, Perancis, Australia mau bayar pajak itu, karena menyasar pasar yang besar??

Sekarang gantikan kata Blue Jeans Levis dengan Film Hollywood, apakah kita tidak melihat bahwa situasi yang sekarang terjadi itu sebenarnya bukan sesuatu yang aneh....??? Tetapi kenapa lebih banyak orang yang membela film Hollywood? apakah karena itu menyangkut kepentingan dirinya sendiri, yakni kesempatan menonton film yang murah?

Lihat saja, bukanlah sebenarnya sesuatu yang tidak wajar kalau HTM film Indonesia itu sama dengan HTM Hollywood??.

Apakah dengan tidak masuknya film Hollywood maka film-film Inggris dan Eropa serta China dan Thailand juga tidak bakalan masuk ke Indonesia?? Dengan biaya produksi yang relatif lebih kecil dari Hollywood, bisa saja mereka mau bayar pajak tambahan tersebut dengan harapan merebut hati 250 juta orang Indonesia, yang selama ini mengabaikan film dari belahan Eropa.

Pertanyaan terakhir, apakah benar Hollywood akan melakukan tindakan menyetop kirim film itu atau hanya gertak sambal ala New 7 Wonders yang ternyata tidak jadi dilakukan? Pasar 250 juta itu bukan semata hanya untuk film. Tahukah anda bahwa Columbia Pictures adalah subsidiary dari Sony.

Pangsa film hanyalah sebagian kecil dari produk yang Columbia hasilkan. Apakah mereka akan rela kehilangan pasar bukan hanya untuk film tapi juga CD (baik soundtrack atau yang movie related), game Sony PSP atas character, action figures, film merchendises, dll, dll. Seperti halnya Levis, mereka tidak lagi hanya jualan Blue Jeans, dan hilangnya pasar Indonesia bisa berdampak besar buat ekonomi perusahaan itu dan rantai produknya???

Sekarang masihkah anda membela Hollywood dan yakin mereka akan stop film itu.

Saya sendiri bilang mereka hanya menggertak.....!!!

Ini bagian pertama yang analoginya tidak terlalu tepat menggamabrkan keadaan kasus film Hollywood tapi paling tidak bisa mengupas secara lebih mudah. Tulisan kedua nanti akan bisa mengupas lebih jauh lagi kenapa pajak tambahan tersebut bukan lah sesuatu yang baru dan aneh....seperti claim Noorca Massardi.

thanks,


nb: pajak tambahan dianalogi di atas bukanlah Bea Masuk yang mana telah dibayar oleh film Hollywood, tetapi pajak royalti sesuai atruan PPh Pasal 26 yang pembahasannya akan ditulis di bagian berikutnya.

Tambahan:

berdasarkan peraturan yang sudah lama, sebenarnya ada pajak lain yang harus dibayar selain Pajak Bea Masuk barang impor yakni pajak royalty disebut PPh Pasal 26 (silakan google)....ada sejak 1995 .

Hanya jaman itu kan jaman kroni dan kita tahu Cineplex 21 milik Sudwikatmono yang merupakan besannya Soeharto. Jadi mereka ngemplang tanpa ada yang berani nagih.

Giliran sekarang kita mau tegas nagih, mereka malah ngakjak masyarakat untuk menentang pemerintah.

baca ini untuk menjadi lebih jelas:

Importir Film Tunggak Royalti sejak 1995 : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/02/22/08565672/Importir.Film.Tunggak.Royalti.sejak.1995

Bodohnya banyak yang ngikut Cineplex 21 dan MPA.... lihat saja di berbagai forum padahal kita dibego-begoin untuk mengikuti keinginan pengusaha dan bule MPA.

mengenai sumber sahih pemasukan sebuah film block buster "Quantum of Solace" adalah Rp 12 miliar hanya 4 minggu tayang !!!. SIlakan lihat di sini:

http://www.imdb.com/title/tt0830515/business




masih tetap memilih nonton atau negara kita tercinta ini merangkak maju??

Jumat, 07 Januari 2011

New Year,New Motivation,New Style,New Projects

sekarang udah 2011 ya??gak nyangka waktu bergulir dengan cepat,perasaan masih 2010 kemarin deh..
saat saya menulis post-writing ini,saya teringat diri saya saat masih mengenakan seragam putih abu-abu,belajar sistem kebut semalam ketika ujian,bertindak seenaknya,menganggap masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan.Masa itu berakhir ketika saya menerima amplop kelulusan dan diterimanya saya di sebuah universitas.
Apakah dengan saya menjadi mahasiswi,masa kesenangan itu hilang?gak juga,saya masih bisa menikmati kesenangan dan kenyamanan saya menjadi diri saya sendiri ketika menyandang status mahasiswi.Ya..walaupun tidak lagi mengenakan seragam,bukan berarti saya menjadi sosok berbeda kan?
Umur saya 18 tahun saat menjadi mahasiswi,dan 2011 ini menambah usia saya.Saya harus berubah,berubah menjadi lebih baik lagi.Gak mungkin kan,umur setua ini masih seenaknya?saya berpikir dan mengintrospeksi diri,saya memiliki kewajiban dan harus bertanggung jawab atas pilihan yang saya pilih.
New Year,New Motivation,New Style,New Projects tema yang saya gunakan untuk kehidupan baru saya ini.
Saya mahasiswi memiliki impian yang begitu banyak,salah satunya "I am going to change the world".
Motivasi saya menjadi manusia baru yang lebih baik dari tahun lalu di bidang dunia maupun akhirat.
Gaya?apaan ya??Be yourself aja deh...
Proyek?banyak..tapi masih terbengkalai dan harus diselesaikan secepat mungkin.
OK!!
ISTI...
NEW YEAR,NEW MOTIVATION,NEW STYLE,NEW PROJECTS